Selasa, 31 Maret 2009

Pengetahuan Sanitasi dan Aplikasi Dalam Kehidupan Sehari hari untuk Perbaikan Kesehatan Masyarakat Khususnya untuk Petani SPFS

Global Farming System

Irrigated:

The Smallholder Irrigated Farming Systems are dependent on large-scale irrigation schemes dominated by small-scale farming. This category contains only about 30 million women, men and children who farm about 15 million ha of irrigated land, but it is important for national food security and export earnings in many countries.

Wetland Rice Based:

The Wetland Rice Based Farming Systems of East and South Asia, which include a substantial proportion of irrigated land, support an agricultural population of around 860 million. Although bunded rice cultivation is the distinguishing characteristic of these systems, a wide range of other food and cash crops are produced and poultry and livestock are raised for home consumption and sale. These systems depend on the monsoon, but nearly 60 percent of the cultivated land is equipped with irrigation facilities. Relatively little grazing or forest land remains - almost half of land is under annual or permanent crops - and these systems suffer from intense human pressure on the natural resources base, with 5.5 persons per ha of cultivated land.

Smallholder Rainfed Humid:

The Rainfed Humid Farming Systems are based on smallholder cultivation of root crops, cereals or tree crops. They often contain an important component of livestock and support an agricultural population of approximately 400 million. There is little irrigation. Pressure on land is typically moderate - only 2.5 persons per cultivated ha on average - although there are some areas of intense pressure.

Coastal Artisanal Fishing:

The crop component of the Coastal Artisanal Fishing Farming Systems is important for household food security, but the principal livelihood is inshore fishing, with a rapid growth in aquaculture in many parts of the world. Because of infertile soils crop yields are often low. The few areas with fertile soil often face serious risks of storms and floods - as occurs around the Bay of Bengal. Many systems include some tree crop production (e.g. coconut and cashew) and small livestock, especially goats, and poultry.

Dualistic:

The Dualistic Farming Systems are characterised by significant contrast, i.e. a mix of large, often commercial, farms together with smallholder farms. This category contains an agricultural population of nearly 200 million and more than 400 million ha of cultivated land in a variety of ecologies, and exhibits diverse production patterns. Such systems are prevalent in Eastern Europe, Central Asia and Latin America, but can also be found in Africa. All except one are predominantly rainfed systems - the exception being the Irrigated Farming System in Eastern Europe and Central Asia, which is dominated by medium and large farms.

Smallholder Rainfed Dry/Cold:

The Smallholder Rainfed Dry/Cold Farming Systems in dry or cold low potential areas cover an enormous land area - around 3.5 billion ha - but support a relatively modest agricultural population of around 500 million. These lower potential systems are generally based on mixed crop-livestock or pastoral activities, merging eventually into sparse and often dispersed systems with very low current productivity or potential because of environmental constraints to production.

Smallholder Rainfed Highland:

The Smallholder Rainfed Highland Farming Systems in steep and highland areas contain an agricultural population of more than 500 million. In most cases these are diversified mixed crop-livestock systems, which were traditionally oriented to subsistence and sustainable resource management. However, these days they are characterised by intense population pressure on the resources base, which is often quite poor - averaging 3.5 persons per cultivated ha, aggravated by heavy grazing pressure on the four-fifths of the land which is not cultivated. Given the lack of road access and other infrastructure, the level of integration with the market is often low.

Smallholder Rainfed Humid:

The Rainfed Humid Farming Systems are based on smallholder cultivation of root crops, cereals or tree crops. They often contain an important component of livestock and support an agricultural population of approximately 400 million. There is little irrigation. Pressure on land is typically moderate - only 2.5 persons per cultivated ha on average - although there are some areas of intense pressure.

Abstract

Lingkungan hidup yang sehat sangat penting untuk mempunyai generasi penerus yang kuat dan mampu meneruskan roda pembangunan bangsa. Kesehatan lingkungan juga mempengaruhi daya tahan tubuh seseorang terhadap penyakit. Tugas menjaga lingkungan yang sehat bukan saja menjadi tugas pemerintah saja tetapi juga tugas seluruh masyarakat Indonesia agar ”Indonesia Sehat 2010” dapat segera terwujud. Untuk menjadikan lingkungan yang sehat diperlukan upaya-upaya kesehatan seperti peningkatan, pencegahan, penyembuhan, dan pemulihan kesehatan serta upaya-upaya lainnya yang menunjang.

Type of technology


Detail Description of technology


Berdasarkan hasil survey gizi dan kesehatan yang dilakukan SPFS-FAO pada Desember 2005, ternyata bahwa sanitasi rumah dan lingkungan para petani di Banjar, Lombok Tengah, Jeneponto, Barito Kuala dan Rokan Hulu yang mendapat bantuan dari Special program for Food Security masih rendah. Jenis, lantai, dinding dan atap rumah umumnya baik, namun di Lombok Tengah, 63 % petani memiliki rumah dengan lantai tanah (Gambar 1). Sanitasi rumah di ke lima kabupaten/kota umumnya tidak memenuhi standar kesehatan (Gambar 2), Sebagai contoh jarak antara rumah dan kandang ternak banyak yangb tidak memenuhi standar kesehatan atau banyak yang jaraknya kurang dari 10 m, yaitu di Banjar (82%), di Barito Kuala (96 %), di Jeneponto (100 %), di Lombok Tengah (70%) dan di Rokan Hulu (34%). Kebiasaan kencing dan buang air besar yang tidak baik, yaitu dilakukan di kebun dan sungai (Gambar 3). Petani yang kencing dan buang air besar di sungai adalah sebesar 2 % di Banjar, 64 % di Barito Kuala, 24 % di Jeneponto, 99 % di Lombok Tengah, dan 17 % di Rokan Hulu.Kualitas air minum umumnya masih belum mememenuhi standar kesehatan. Dari 36 kelompok tani yang diperiksa sample air minumnya, hanya dua yang memenuhi standar kesehatan. Oleh karena itu para petani sangat perlu untuk mempunayai pengetahuan sanitasi yang memadai agar dapat hidup sehat seperti dijelaskan pada bagian berikut.


Keadaan berbagai lingkungan yang mempengaruhi penyebaran penyakit. Berdasarkan penyebarannya, penyakit menular dibedakan menjadi dua, yaitu:

1. Secara langsung dari orang ke orang (“person to person”)

Cara ini disebabkan oleh kontak langsung, melalui ludah, semburan dari hidung atau mulut dan lain-lain. Contohnya adalah influenza, campak, difteria, tuberculosis (TBC), pertusis, sifilis, gonorhea.

2. Cara lain adalah cara yang tidak langsung yaitu :

a) Melalui benda-benda yang telah terkontaminasi misalnya alat-alat makan, alat-alat masak, makanan, minuman, susu dan lain-lain.

b) Melalui vektor, secara mekanis yaitu misalnya melalui sayap, kaki serangga yang membawa bibit penyakit, dan secara biologis, yaitu bibit penyakit akan berkembang biak di dalam tubuh serangga atau hewan lain kemudian menular kepada manusia melalui gigitan, cakaran, atau luka.


Contoh penyakit yang ditularkan secara tidak langsung :

- melalui makanan, dan minuman misalnya infeksi oleh bakteri Stafilokokus, Streptokokus, Salmonela, Botulism, penyakit diare, tifus dan lain-lain.

- melalui vektor-secara biologis misalnya malaria, demam berdarah, filaria (kaki gajah), rabies, demam keong.

- melalui udara, misalnya influenza, TBC, serta penyakit saluran pernafasan atas (ISPA) yang lain.


Keadaan ini dimulai dari lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat dan lingkungan regional.


· Lingkungan Keluarga

Ø Sumber air

Sumber dan asal air banyak sekali, yaitu :

- air hujan, embun, yaitu air diperoleh dari udara atau angkasa karena terjadinya proses prespitasi dari awan, atmosfir yang mengandung air.

- air permukaan tanah dapat berupa air yang tergenang atau air mengalir, misalnya danau, sungai, laut air sumber dangkal.

- air tanah, yaitu air permukaan yang meresap dalam tanah sehingga telah mengalami penyaringan oleh tanah, batu batuan, maupun pasir. Air tanah dapat juga menjadi air permukaan.

Air minum yang baik yaitu harus memenuhi syarat :

1. Syarat fisik, yaitu tidak berwarna, tidak mempunyai rasa, tidak berbau, jernih dengan suhu sebaiknya di bawah suhu udara sehinga terasa nyaman.

2. Syarat kimia, yaitu tidak mengandung zat kimia atau mineral yang berbahaya bagi kesehatan misalnya CO2, H2S, NH4 dan lain-lain.

3. Syarat bakteriologis, tidak mengandung bakteri E. coli yang melampaui batas yang ditentukan. Misalnya jika diadakan pemeriksaan air minum dengan memakai prosedur Membrane Filter Technique, maka 90% dari air contoh yang diperiksa selama 1 bulan, harus bebas dari bakteri E. coli. Untuk yang mengandung E. coli, jumlah bakteri tidak boleh lebih dari 4 untuk setiap 100 cc air, tidak boleh lebih dari 7 untuk setiap 200 cc air, serta tidak boleh lebih dari 132 untuk setiap 500 cc air.

Pada umumnya, sumber air bagi keperluan rumah tangga berasal dari sumur. Sumur yang baik harus memenuhi syarat, yaitu :

1. Lokasi

Untuk menghindari agar air tidak tercemar, yang harus diperhatikan adalah jarak sumur dengan cubluk (lobang kakus), lobang galian sampah, lobang air limbah (cesspool, seepage pit), serta sumber-sumber pengotoran yang lain. Jaraknya tergantung kemiringan tanah, keadaan tanah, yang umumnya minimum 10 m, dan jika letaknya di daerah yang miring, diusahan letak sumber air tidak di bawah sumber pengotoran. Membuat sumur diusahakan pada tempat yang mengandung air tanah dan jangan yang dibuat pada tanah yang rendah yang kemungkinan dapat terendam jika terjadi banjir.

2. Konstruksi Bangunan

Sumur gali tanpa pompa

Dinding sumur, 3 m dalamnya dari permukaan tanah terbuat dari tembok (semen) yang tidak tembus air. Bakteri hanya hidup di lapisan tanah kurang dari 3 m dibawah tanah. Satu setengah meter berikut terbuat dari batu bata yang tidak ditembok. Ke dalam sumur sampai mencapai tanah. Di atas tanah dibuat dinding permukaan, dan juga untuk keamanan.

Lantai sumur ditembok ± 1½ m dari dinding sumur, agak miring dan ditinggikan 20 cm di atas permukaan tanah. Dasar sumur diberi krikil untuk menghindari kekeruhan waktu ditimba. Saluran pembuangan air limbah di sumur dan panjangnya minimum 120 m.

Ø Sumur gali yang dilengkapi pompa.

Pembuatannya sama dengan sumur gali tanpa pompa, hanya air diambil dengan pompa, dan sumur tertutup.

Ø Sumur pompa

Saringan atau pipa yang berlubang berada di dalam lapisan tanah yang mengandung air.


Cara membersihkan sumur yang tercemar adalah sebagai berikut :

1. Buatlah larutan kaporit sebanyak 20 liter. Cara membuatnya, 20 liter air dalam ember, diberi 2 sendok makan kaporit.

2. Untuk sumur gali :

a. dinding dan lantai sumur serta timba disikat dengan sikat yang telah dicelupkan ke dalam larutan kaporit.

b. Ukur banyaknya air dengan cara mengukur tinggi permukaan air dan garis tengah sumur.

c. Untuk setiap 1 meter kubik air, tambahkan 20 liter larutan kaporit.

3. Untuk sumur pompa :

a. Pompa dilepas dari pipa dan tuangkan 20 liter larutan kaporit. Biarkan selama 24 jam.

b. Pasang kembali pompa pada pipa, kemudian air dipompa untuk dibuang sampai bau kaporitnya tidak ada lagi.

Menurut PBB dalam hal ini UNCHS menetapkan 11 persyaratan rumah sehat, yaitu:

1. Proteksi terhadap penyakit menular.

2. Proteksi terhadap kecelakaan.

3. Proteksi terhadap gangguan pencemaran.

4. Proteksi terhadap polusi udara.

5. Proteksi terhadap zat kimiawi.

6. Penggunaan rumah untuk tempat kerja.

7. Promosi kesehatan mental.

8. Menciptakan kesehatan.

9. Promosi kebersihan rumah dan lingkungan.

10. Keamanan lingkungan.

11. Upaya melenyapkan gangguan terhadap ibu dan anak-anak.

Pembuangan Kotoran Manusia

Pembuangan kotoran manusia harus dapat dibuat dengan baik agar tidak mencemari lingkungan sekitar karena didalam kotoran manusia, banyak sekali terdapat bibit-bibit penyakit yang mampu menyebarkan dan menularkan berbagai penyakit. Selain itu juga menimbulkan bau yang tidak sedap. Syarat pembuangan kotoran :

- Tidak mengotori tanah permukaan.

- Tidak mengotori air permukaan.

- Tidak mengotori air tanah.

- Kotoran tidak boleh terbuka sehingga dapat dipergunakan oleh lalat untuk bertelur atau berkembang biak.

- Kakus harus terlindung atau tertutup.

- Pembuatannya mudah dan murah.

Bangunan kakus yang memenuhi syarat kesehatan terdiri dari:

- Rumah kakus.

- Lantai Kakus, sebaiknya semen.

- Slab (tempat kaki atau pijakan).

- Closet tempat feses masuk.

- Pit-sumur penampungan feses (cubluk).

- Bidang resapan.

Jenis kakus :

- Pit privy (cubluk)

- Angsa-trine

- Bored hole latrine

- Overhung latrine


Pembuangan Sampah

Sampah dan limbah merupakan salah satu masalah lingkungan yang hingga sekarang belum dapat diselesaikan dengan baik. Ada dua jenis sampah:

- Garbage : sisa pengolahan atau sisa makanan yang dapat membusuk.

- Rubbish : adalah yang tidak membusuk misalnya, gelas/ kaca plastik yang tidak mudah terbakar dan kayu yang mudah terbakar.


Sebenarnya kita bisa dengan mudah menangani masalah sampah jika terdapat pengelolaan yang benar dan kesadaran dari masyarakatnya. Jika terdapat pekarangan yang luas atau kebun dan jarak antar rumah masih berjauhan, maka sampah dapat ditangani dengan cara dikumpulkan dalam keranjang sampah lalu dibuang ke dalam lubang yang dibuat di kebun/pekarangan. Tetapi jika lahan tidak ada maka pengelolaan dapat dimulai dari penyimpanan sampah, pengumpulan sampah, dan pembuangan sampah (lebih dikenal dengan 3P).


1. Penyimpanan Sampah

Penyimpanan sampah adalah tempat untuk mengumpulkan sampah sementara sebelum dibuang di tempat pembuangan sampah akhir (TPA). Tempat sampah yang digunakan seharusnya tertutup dan sebaiknya dipisahkan antara sampah basah dan kering.

Syarat tempat pembuangan sampah :

a. terbuat dari bahan yang kuat (papan, bambu, plastik)

b. bagian dalam sebaiknya dilapisi oleh plastik untuk mempermudah pembuangan ke tempat pengumpulan sampah dan agar air dalam sampah tidak mengalir yang menyebabkan lingkungan menjadi bau dan lebih mudah terjadi penyebaran penyakit.

2. Pengumpulan Sampah

Tempat pengumpulan sampah yang dimaksud adalah bak sampah yang tidak bisa dipindah-pindah (permainan) seperti bak yang dibuat dari semen dan bak sampah yang bisa dipindah-pindah seperti bak yang dibuat dari templat besi. Biasanya tempat pengumpulan sampah terletak di tempat yang strategis. Sebaiknya tempat pengumpulan sampah dibuat dari bahan yang mudah dibersihkan dan tertutup agar tidak mudah dijangkau oleh hewan seperti tikus, anjing, dan lainnya.

3. Pembuangan (pemusnahan) Sampah

Biasanya lebih dikenal dengan TPA (Tempat Pemuangan Akhir). Sebaiknya TPA terletak jauh dari pemukiman, tidak dilalui oleh lalu lintas, tidak terkena banjir dan tidak boleh mengotori sumber air seperti sungai/mata air. Untuk sampah yang berbahaya atau lebih dikenal dengan Bahan Buangan Berbahaya (B3) yang biasanya merupakan bahan kimia, sebelum dibuang harus ditangani secara khusus sehingga tidak membahayakan kehidupan manusia


Sampah berdasarkan sifat fisiknya dapat dibagi menjadi dua yaitu sampah padat dan sampah cair (lebih dikenal dengan air limbah).

1. Sampah padat

Pada umumnya sampah padat merupakan sampah yang lebih mudah untuk ditangani karena bentuknya yang padat sehingga mudah untuk disimpan, dikumpulkan dan dibuang.

2. Sampah cair

Sampah cair lebih dikenal dengan air limbah. Jika dibedakan berdasarkan sifat fisik (pengotornya), air limbah digolongkan menjadi tiga yaitu benda padat (seperti sisa makanan, lumpur dan lain-lain), benda cair (limbah cucian dari kegiatan industri, rumah tangga dan sebagainya) dan benda gas (limbah pembuangan dari pabrik kimia). Sedangkan berdasarkan sifat kimianya, jenis pengotor dalam limbah dibedakan menjadi dua yaitu benda-benda organik (bahan-bahan yang mudah terurai oleh pengurai seperti bakteri, jamur dan lain-lain) dan benda-benda anorganik (bahan-bahan yang tidak mudah terurai, biasanya berasal dari bahan-bahan kimiawi baik yang sintetik ataupun tidak seperti air limbah dari pabrik tekstil, pertambangan dan lain-lain). Pengolahan air limbah yang tidak berbahaya dapat ditangani dengan cara yang sederhana, tetapi jika berbahaya maka harus diolah terlebih dahulu.


Cara-cara pembuangan air limbah :

- Dengan pengenceran (disposal by dilution) air limbah dibuang ke sungai, danau atau laut. Air limbah akan mengalami purifikasi alami. Syarat-syarat yang harus dipenuhi adalah:

Ø Sungai atau danau tidak boleh dipergunakan unt keperluan lain.

Ø Airnya harus cukup sehinga pengencerannya paling sedikit 30-40 kali.

Ø Air mengalir jadi cukup mengandung oksigen.


- Cesspool

Yaitu menyerupai sumur, dibuat pada tanah yang poreus atau berpasir agar air buangan mudah dan cepat meresap kedal tanah. Bagian atasnya dibeton. Bila sudah penuh (± 6 bulan) lumpur disedot keluar, atau membuat secara berangkai. Jarak dari sumber air minimum 45 m dan dari fondasi rumah minimal 6 m.

- Seepage pit (sumur resapan)

Sumur yang hanya menerima air limbah yang telah mengalami pengolahan, misalnya dari septic tank sehinggga fungsinya hanya tempat peresapan. Dibuat pada tanah poreus. Diameter 1-2.5 m, dalam 2.5 m. Lama pemakaian 6-10 tahun.

- Septic tank

Pembuangan air limbah yang tidak diolah misalnya dengan menggunakan tanki septik (septic tank) dan sistem riol. Pada umumnya septic tank terdapat disetiap rumah. Rumah yang sehat seharusnya dilengkapi dengan septik tank karena fungsinya sebagai penampung air limbah yang berasal dari kamar mandi dan dapur sebelum dialirkan ke saluran air limbah. Sedangkan sistem riol digunakan untuk mengalirkan air limbah melalui got/saluran air sebelum dibuang ke sungai. Biasanya sistem riol ini sering ditemukan di pinggir-pinggir jalan perkotaan. Yang harus diingat bahwa sungai-sungai yang digunakan untuk membuang air limnag tidak boleh digunakan untuk keperluan rimah tangga seperti minum, mandi dan sebagainya. Syarat dari sistem riol ini adalah :

1. Setiap saluran dari rumah atau jalan diberi saringan sampah sehingga sampah tidak masuk kedalam got.

2. Got juga harus punya bak pengontrol dengan jarak minimal 25 meter antara satu dan yang lainnya serta harus selalu diperiksa.


· Lingkungan Masyarakat

Di Indonesia telah ada usaha-usaha yang berkaitan dengan higiene sanitasi lingkungan, antara lain meliputi:

- Penyediaan air bersih, baik kuantitas maupun kualitas.

- Program MCK (Mandi-Cuci-Kakus).

- Pengadaan rumah-rumah sehat.

- Pembasmian sumber (resorvoir), vektor penyebab penyakit.

· Lingkungan Regional

Yang dimaksud dengan pencemaran adalah suatu proses terjadi dalam lingkungan yang sifatnya membahayakan kehidupan manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan oleh manusia. Dibedakan 3 macam pencemaran:

a. Pencemaran udara (air pollution)

Yang menimbulkan pencemaran udara ialah:

v Aerosol

Yang dimaksud dengan aerosol adalah suatu suspensi diudara yang dapat bersifat cair (kabut, asap, dan uap) dan berifat padat.

v Gas

Yang dimaksud dengan gas adalah uap yang dihailkan oleh zat padat ataupun zat cair, baik karena dipanaskan, ataupun karena proses penguapan.

v Interaksi bahan-bahan kimia

Macam-macam polutan yang sering ditemukan sebagai penyebab pencemaran udara ialah:

o CO (Karbon monoksida)

Terbentuk karena pembakaran yang tak sempurna dari zat karbon, baik yang terdapat pada bensin, maupun pada bahan lain, termasuk kayu, batubara dan lain-lain

o Sulfur Oksida (SO)

Terbentuknya jika bahan bakar yang digunakan banyak mengandung sulfur, yang biasa ditemukan pada bensin berkualitas rendah dan pada batu-bara.

o Hidrokarbon (CHO)

Juga karena pembakaran bensin yang tidak sempurna.

o Nitrogen Oksida (N20)

Hasil pembakaran bensin pada suhu yang amat tinggi.

o Partikel

Dapat bersifat padat atau cair yang menjadi penyebab pengotoran udara.

b. Pencemaran air ( water pollution)

Beberapa macam polutan yang menimbulkan pencemaran adalah sisa-sisa benda organik (organik waste), makhluk hidup, bakteri, virus, zat kimia organik sintesis (DDT, dieldrin dan lain-lain), zat kimia anorganik dan mineral, sedimen, tanah longsor, erosi, radioaktif dan minyak.

c. Pencematran tanah (soil pollution)

Sebagai contoh misalnya plastik, botol, kaleng dan lain-lain, karena zat-zat kimia (DDT), tinja, sampah dapur atau rumah tangga.


Kesimpulan

Dengan memiliki pengetahuan sanitasi dan sekaligus mempraktekannya dalam kehidupan sehari-hari, para petani akan dapat memiliki lingkungan yang sehat sehingga akan hidup dengan sehat pula. Para petani juga akan mengetahui sanitasi lingkungan keluarga, masyarakat dan regional yang sehat.

PENGELOLAAN SAMPAH TERPADU

Pengelolaan sampah adalah semua kegiatan yang dilakukan dalam menangani sampah sejak ditimbulkan sampai dengan pembuangan akhir. Secara garis besar, kegiatan di dalam pengelolaan sampah meliputi pengendalian timbulan sampah, pengumpulan sampah, transfer dan transport, pengolahan dan pembuangan akhir

................................

Masalah sampah dikenal sebagai masalah yang sulit dipecahkan, sehingga dikhawatirkan akan menjadi persoalan lingkungan yang serius, oleh sebab itu masalah sampah menarik untuk dikaji, selain menimbulkan persoalan lingkungan, juga dapat memicu permasalahan yang mengganggu stabilitas baik dibidang ekonomi, tenaga kerja, keamanan, kesehatan dan keindahan tata ruang kota.

Yang dimaksud dengan sampah adalah suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari sumber hasil aktifitas manusia maupun proses alam yang belum memiliki nilai ekonomis (Istilah Lingkungan untuk Manajemen, Ecolink, 1996).

Secara garis besar, sampah dibedakan menjadi tiga jenis yaitu sampah anorganik/kering yaitu sampah yang tidak dapat mengalami pembusukan secara alami (contohnya : logam, besi, kaleng, plastik, karet, botol), sampah organik/basah yaitu sampah yang dapat mengalami pembusukan secara alami (contohnya : sampah dapur, sampah restoran, sisa sayuran, rempah-rempah atau sisa buah), sampah berbahaya yaitu sampah yang mengandung bahan berbahaya (contohnya : baterai, botol racun nyamuk, jarum suntik bekas ).

Pengelolaan sampah adalah semua kegiatan yang dilakukan dalam menangani sampah sejak ditimbulkan sampai dengan pembuangan akhir. Secara garis besar, kegiatan di dalam pengelolaan sampah meliputi pengendalian timbulan sampah, pengumpulan sampah, transfer dan transport, pengolahan dan pembuangan akhir.

Penanganan sampah dari segi teknologi tidak akan tuntas hanya dengan menerapkan satu metode saja tetapi harus dengan kombinasi dari berbagai metode yang kemudian dikenal sebagai Sistem Pengelolaan Sampah Terpadu. Sistem pengelolaan sampah terpadu tersebut setidaknya mengkombinasikan pendekatan pengurangan sumber sampah (reduce), daur ulang (recycle) dan pemanfaatan kembali (reuse), pengkomposan, pembakaran (incinerate) dan pembuangan akhir (landfilling).

Langkah-langkah yang dilakukan dalam pengelolaan sampah terpadu adalah: penanganan sampah pada sumbernya yaitu semua perlakuan terhadap sampah yang dilakukan sebelum sampah di tempatkan di tempat pembuangan. Penanganan sampah di sumbernya dapat memberikan pengaruh yang signifikan terhadap penanganan sampah pada tahap selanjutnya. Karena penanganan sampah pada tahap ini dapat mengendalikan timbulan sampah. Kegiatan pada tahap ini bervariasi menurut jenis sampahnya meliputi pemilahan (sorting), yaitu memilah mana sampah organik, anorganik dan sampah berbahaya. Sampah anorganik dapat dimanfaatkan kembali (reuse) contohnya : menggunakan kembali botol dan wadah kemasan produk untuk penyimpanan daripada membeli baru dan tidak membuang barang yang masih layak digunakan namun memberikannya kepada yang membutuhkan. Selain itu dapat di daur ulang misalnya kaleng bekas susu untuk membuat mainan atau mempersilahkan pemulung mengambilnya untuk didaur ulang. Sampah organik dapat memiliki nilai ekonomis tinggi yaitu dijadikan kompos atau pakan ternak. Sedangkan sampah berbahaya harus ditangani secara khusus untuk menetralisir dari pencemaran. Sampah ini harus dipisahkan dari yang lainnya sehingga proses daur ulang lebih cepat dan menghasilkan produk yang bebas dari bahan berbahaya. Tujuan utama dan kegiatan di tahap ini adalah untuk mereduksi besarnya timbulan sampah (reduce).

Pengumpulan, adalah kegiatan pengumpulan sampah dari sumbernya menuju ke lokasi Tempat Pembuangan Sementara (TPS). Umumnya dilakukan dengan menggunakan gerobak dorong dari rumah-rumah menuju ke lokasi TPS atau diantar sendiri oleh mayarakat ke TPS.

Pengangkutan, adalah kegiatan pemindahan sampah dari TPS menuju lokasi pembuangan dan pengolahan sampah atau Tempat Pembuangan Akhir (TPA).

Pengolahan, berbagai alternatif yang tersedia dalam pengolahan sampah, di antaranya adalah: pemisahan komponen sampah dan pemadatan, yang tujuannya adalah mempermudah penyimpanan dan pengangkutan. Pembakaran (incinerate), merupakan teknik pengolahan sampah yang dapat mengubah sampah menjadi bentuk gas, sehingga volumenya dapat berkurang. Meski merupakan teknik yang efektif, tetapi bukan merupakan teknik yang dianjurkan. Hal ini disebabkan karena teknik tersebut sangat berpotensi untuk menimbulkan pencemaran udara. Pembuatan kompos, yaitu merubah sampah melalui proses mikrobiologi menjadi produk lain yang dapat dipergunakan.

Seberapa besar luas lahan TPA tersedia, mungkin tidak akan berpengaruh banyak terhadap efisiensi penggunaan lahannya bila dalam pengelolaan sampah tersebut masih belum diperoleh titik imbang antara jumlah volume sampah yang masuk dan yang keluar. Malah yang terjadi adalah penumpukan sampah di TPA. Selain itu, bisa juga karena daya dukung dari proses kerja pengolahan sampah yang tidak sepadan dengan kecepatan penambahan jumlah volume sampah yang masuk ke TPA, maka yang terjadi adalah percepatan penurunan jumlah luas lahan. Dalam kurun waktu tertentu akan sampailah pada titik jenuh TPA. Menurut berita pada Harian Pontianak Post Kamis tanggal 14 Desember 2006 diperkirakan TPA Batu Layang sudah penuh pada tahun 2010. Bila telah sampai pada titik puncak demikian, maka perlu segera memperluas TPA yang tentu saja memerlukan sejumlah besar dana untuk lahan TPA, dan perlu sosialisasi bagi warga sekitar. Jika TPA masih saja diaktifkan, maka dapat menimbulkan masalah, seperti longsornya TPA Bantar Gebang beberapa waktu lalu yang sempat merenggut korban jiwa

Pada prinsipnya untuk mencapai titik keseimbangan antara sampah yang masuk dan keluar baik ke TPS maupun TPA, adalah bagaimana agar jumlah volume sampah yang diproduksi manusia setiap hari itu dapat dikendalikan, dengan cara mengurangi volume sampah secara bertahap sejak dari sumber hingga ke TPS maupun TPA. Besaran jumlah volume sampah yang keluar dari sumbernya, dapat diserap melalui berbagai kegiatan yang di antaranya dapat dilakukan dengan pemilahan untuk kemudian digunakan kembali atau didaur ulang. Pada gilirannya, jumlah volume sampah yang dihasilkan oleh sumbernya tersebut, menurut runtutan alur perjalanan sampah yang akan dilaluinya akan mengalami penurunan jumlah. Dengan demikian diharapkan timbulan sampah yang semakin jauh dari sumber produksinya, volumenya pun akan mengecil, bahkan habis sama sekali.

Namun juga disadari penanganan masalah sampah tidak akan sanggup diselesaikan oleh pendekatan teknologi saja, sebab pengelolaan sampah hakekatnya adalah aktivitas ke-sistem-an, bukan aktivitas individual. Teknologi hanyalah pendukung satu sub sistem saja yakni aspek teknis operasional. Kesuksesan sistem tersebut akan sangat bergantung dari subsistem-subsistem lainnya seperti, hukum, kelembagaan, pembiayaan dan aspek peran serta masyarakat.

Dalam strategi jangka panjang peran aktif masyarakat menjadi tumpuan bagi suksesnya pengelolaan sampah kota, dan dalam program jangka panjang setiap rumah tangga disarankan mengelola sendiri sampahnya melalui program 3 R (Reduce, Reuse dan Recycle). Dengan demikian kalimat himbauan “Buanglah sampah pada tempatnya” harus diganti dengan “Kumpulkan sampah dan pilahlah untuk di daur ulang dan dijadikan kompos / pakan ternak”.Guna memasyarakatkan paradigma baru ini diperlukan keberanian dan dukungan dari seluruh aktor pengelola sampah (management waste) yaitu pemerintah, masyarakat, pengusaha daur ulang dan peran serta akademisi dan lain-lain.